Kamis, 01 September 2016

Kembali menenun

Salah satu hal yang membahagiakan jiiwa2 kelalahan adalah melihat degradasi langit yang indah di kala mentari mulai di telan bumi.
Cantik.
Semua nya bercampur menjadi satu bagaikan lautan cahaya yang tinggi.

Semua yang tinggi pasti akan terjatuh juga. Yang menjadi pilahan hanya lah cara menjatuhkan nya saja.
Ada yang menilih jatuh dengan cepat, ada yang memilih jatuh tertahan, dan ada juga jatuh perlahan.
Semua nya berproses dan proses itu bagi sebagian orang bak hal yang memiluhkan.
Dia pernah jatuh, Jatuh dengan cepat dan terlalu dalam. Ya, jatuh kedalam lautan perasaan yang sangat dalam. Bagaikan matahari yang perlahan tergigit cahaya rembulan ia pun berusaha tetap bersinar mesekipun sakit nya realita pernah merajai tubuh.

Perih memang meningat-ingat dan memutar memori.
Tapi waktu terlalu berjasa dalam memulihkan luka.
Bagaikan seorang penenun senja menanti rembulan.
Masih ada harapan meskipun harus berjuang keras memntulkan cahaya demi cahaya ke dalam setiap retina di gelap durja langit malam.

semuanya telah jauh. Aku sadar jarak terjauh bukanlah masalalu atau pun masa yang akan datang, namun dengan setiap pilihan yang harus di genggam.

Katakan pada bintang gadis bulan telah siap menimang kepala lelaki tanah.

Katakan pada banteng seekorang kepiting siap merangkul dan membahagiakan anak banteng.

Tidak perlu berusaha keras, yang telah tertulis akan ada masa untuk digenapi. Kebetulan hanya lah prespsi si awam dalam memaknai takdir.
Seperinci rasa yang mulai tumbuh juga bagian dari takdir yang telah di ukir oleh sang kuasa.

Aku senang melihat senja, penat telah hilang di sapu mentari yang tenggelam perlahan.

Pergi jauh meninggalkan dia dan dia yang pernah ada, singgah, dan akhir nya hilang tergerus waktu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo